Minggu, 07 Juni 2009

RESENSI

Resensi adalah pertimbangan buku atau bedah buku. Dengan meresensi berarti kita berusaha menelaah hal-hal yang baik atau kurang dan memberitahukan kepada pembaca sehingga tahu pantas atau tidaknya pembaca membeli buku tersebut

Bagian-bagian resensi :
1. Identitas buku dan pengarang
Judul buku : .........
Pengarang : .........
Tebal Buku : .........
Penerbit : .........

2. Jenis Buku
Dipilih buku sastra(fiksi), Ilmiah (non fiksi)

3. Penjelasan tentang tema atau pokok persoalan buku yang dikupas.

4. Ringkasan Cerita

5.Ulasan

6. Kelebihan dan Kekurangan Buku tersebut

7. Kesimpulan



Dalam perkembangannya Resensi ini tidak hanya berupa buku, dapat juga berupa kaset, CD, DVD dll. Jika berupa DVD atau film maka identitas nya pun disesuaikan dengan hal-hal film misalnya sutradara, pemain, durasi dll

1 komentar:

  1. Lapis Lazuli
    11 ipa 1

    Resensi Novel Ketika Cinta Bertasbih
    Judul buku : Ketika Cinta Bertasbih
    Pengarang : Habiburrahman El Shirozi
    Tebal Buku : 47 Halaman
    Penerbit : Republika dan Basmala

    Novel Ketika Cinta Bertasbih mengeksplorasi sosok mahasiswa yang berjiwa entrepreneur. Jadilah novel ini sebuah novel yang penuh dengan spirit entrepreneurship.
    Jiwa entrepreneneurship seorang Habiburrahman nampak sangat kuat dan diwujudkan dalam tokoh utama. Perjalanan panjang tokoh utama, yang penuh dengan lika liku dunia entrepreneur, berhasil di gambarkan Habib dengan sangat memukau. Seperti karakter karya Habib sebelumnya, di dalam dialog dan berbagai peristiwa, selalu disisipi dengan ilmu dan pesan moral yang membangun jiwa. Kelihaian Habib dalam menyisipkan ilmu sebagai dakwahnya menjadikan pesan tersebut amat mudah diterima pembaca, tanpa merasa digurui.

    Namun prestasi Azzam yang nyata adalah kesuksesannya dalam mengantarkan adik adiknya menggapai cita cita. Berkat bantuan biaya hidup dan motivasi dari Azzam, adiknya berhasil “menjadi orang”. Husna berhasil menjadi psikolog dan penulis terbaik nasional. Lia lulus PGSD, dan menjadi guru favorit di SDIT Al Ksutsar Solo. Sementara adik bungsunya,Sarah, hampir khatam menghafalkan Al Quran di Pesantren Al Quran di Kudus.

    Isi surat antara Azzam dengan adiknya juga mencerminkan betapa besar kasih sayang dan pengorbanan seorang kakak kepada adik adiknya.

    Kemampuan Azzam dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kondisi yang serba sulit inilah, yang menjadikan novel ini begitu menarik. Melalui tokoh utama, Azzam, Habib berhasil meniupkan roh atau jiwa entrepreneurship sejati. Ruh entrepreneurship sejati ini diantaranya: kreatif menciptakan dan mengemas ide baru untuk kemakmuran diri dan orang orang yang dicintainya( kreatif inovatif), berani mengambil resiko, menyukai tantangan, memiliki daya tahan hidup yang luar biasa, pantang menyerah, selalu ingin menyuguhkan yang terbaik, serta memiliki visi yang jauh kedepan.

    Ketulusan dan cinta. Itulah salah satu kekuatan karya Habib. Dengan ketulusan dan cinta yang apa adanya, disertai dengan keyakinan kuat dalam dirinya, Habib merajut kata demi kata, menjadi sedemikian indah, menarik,menyentuh hati, dan membawa pembaca seolah olah merasakan itu sebagai sesuatu yang nyata.

    Habib berhasil menciptakan tokoh rekaan yang “selalu menjaga kesucian”. Seperti Fahri (Ayat Ayat Cinta), Zahid ( Di Atas Sajadah Cinta), Raihana (Pudarnya Pesona Cleopatra), Zahrana ( dalam Mihrab Cinta), dan Azzam (Ketika Cinta Bertasbih).

    Sesuai dengan misinya untuk berdakwah melalui pena, Habib sengaja memberikan alternatif bacaan positif buat masyarakat Indonesia. Tentu saja fenomena “tokoh suci” rekaannya tersebut, dipandang aneh dan bahkan ada yang mencibirkan. Maklumlah, selama ini masyarakat Indonesia memang banyak dijejali dengan cerita yang tidak mendidik. Sehingga ketika melihat tokoh “malaikat” dalam karya Habib, mereka melihatnya sebagai sesuatu yang terlalu dilebih lebihkan. Padahal keunggulan dan ke”alim”an tokoh yang diciptakan Habib sebetulnya masih dalam taraf biasa saja. Seandainya masyarakat sudah biasa disuguhi dengan karakter positif yang di perankan para tokoh tersebut.

    Di lihat dari sudut pandang sastra, bahasa yang digunakan Habib memang biasa biasa saja. Bahasa yang dia pakai tidak seperti bahasa karya sastra lainnya yang cenderung puitis dan kadang sulit dipahami. Justru disitulah kekuatan karya Habib. Semua kalangan bisa menikmatinya tanpa harus berpikir keras untuk memahami rajutan kata yang dirangkainya.

    Saya berharap Habib konsisten menampilkan tokoh “malaikat” dalam setiap karyanya, sehingga masyarakat akan semakin terbiasa dan menerima itu sebagai sebuah keniscayaan.
    Disinilah dakwah dan tantangan Habib yang sesungguhnya.

    BalasHapus